Rudal Yakhont ditembakkan dari KRI Oswald Siahaan (354) |
Bandung – Perkembangan teknologi militer di Indonesia saat ini belum setara dengan negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Rusia. Namun bukan berarti Indonesia tidak memiliki kemampuan untuk menciptakan peralatan untuk keperluan militer atau alat tempur sendiri.
Penelitian yang dilakukan Dr. Firman Hartono, S.T, M.T., salah satu
dosen Teknik Penerbangan Institut Teknologi Bandung, telah membuktikan
bahwa Indonesia juga mampu mengembangkan teknologi di bidang
kemiliteran, yaitu teknologi mesin turbojet untuk misil jenis cruise.
Berbeda dengan misil balistik yang langsung diluncurkan dengan
proyektil parabola dan jarak yang terbatas, misil jenis cruise adalah
misil yang mampu terbang dengan jarak tempuh yang cukup jauh untuk
mengejar target dan dengan ketinggian hanya kurang lebih dua puluh meter
di atas permukaan laut.
Kemampuan ini membuat misil jenis cruise mampu menghindar dari radar
dan menjadikannya sebagai misil yang efektif. Misil ini terdiri atas
bagian navigasi yang terkomputerisasi, bagian bahan bakar, dan bagian
mesin penggerak misil. Mesin yang menggerakkan misil tersebut adalah
mesin turbojet.
Mesin turbojet yang dikembangkan Dr. Firman Hartono dinamai Mesin Turbojet 500 N. Mesin ini merupakan hasil kerjasama dengan rekan-rekan lain di berbagai bidang, seperti: aerodinamika, termodinamika, perpindahan panas, teknik produksi, dan material.
Kerjasama ini dilakukan karena mesin turbojet misil adalah aplikasi
dari banyak fokus keilmuan. Dr. Firman Hartono menjelaskan bahwa alasan
beliau memilih untuk melakukan penelitian terhadap mesin misil turbojet
adalah karena kriteria pembuatan misil sendiri tergolong relatif tidak
berat.
“Pengoperasian mesin misil yang biasanya hanya selama satu hingga
dua jam membuat material dasar mesin mudah dicari di dalam negeri tanpa
perlu impor dari luar. Kebetulan di Indonesia juga belum dikembangkan,”
ujar Dr. Firman Hartono.
Layaknya semua perjalanan yang sukses, penelitian ini juga menghadapi
kendala dalam keberjalannya. Riset dan pembuatan mesin membutuhkan
waktu yang cukup lama sedangkan pembiayaan riset dari pemerintah
terbatasi oleh waktu. Bergantinya periode pemerintahan membuat birokrasi-birokrasi baru
dalam pendanaan riset menjadi sedikit berbeda dan lebih sulit.
Selain
bekerjasama dengan berbagai bidang lain, penelitian mesin turbojet ini
juga bekerjasama dengan Kementrian Pertahanan dan Keamanan (KEMHAN)
dalam hal pendanaan. Sayangnya KEMHAN baru bisa mengusahakan bantuan
dana internal untuk riset ini pada tahun 2016.
Dr. Firman Hartono |
Akan tetapi, kendala ini tidak serta merta membuat riset terhenti. Dr. Firman menjelaskan bahwa masih ada komponen-komponen lain dari mesin turbojet tersebut yang bisa dijadikan bahan penelitian dan dikaji lebih dalam terlebih dahulu seperti efisiensi bahan bakar atau kompresor mesin.
“Kalau pendanaan lagi macet seperti ini kita melakukan penelitian
berbasis perhitungan dan komputasi, soalnya tidak perlu biaya besar,”
tambah beliau. Mesin turbojet 500 N yang dikembangkan Dr. Firman Hartono ini
sebenarnya adalah mesin turbojet yang sederhana.
Namun dengan modifikasi
dan riset-riset lanjutan, akan terus dilakukan perbaikan-perbaikan pada
mesin turbojet tersebut. Pembuatan mesin turbojet yang berkualitas dengan biaya produksi yang
rendah menjadi tantangan tersendiri di masa yang akan datang.
Dari mesin
turbojet misil ini, diharapkan dapat lahir karya cipta teknologi lain
yang lebih besar dari anak bangsa. “Kita harus memakai produk anak
bangsa, yang dimulai dari keinginan untuk menciptakan karya dalam negeri
seperti ini,” tutup Dr. Firman Hartono.
itb.ac.id
Peliput :
Fatimah Larassaty Putri Pratami (Fakultas Teknologi Pertambangan dan Perminyakan 2014)
Irfaan Taufiiqul R. (Teknik Kimia 2013)
Nur Huda Arif Indiarto (Teknik Kimia 2012)
Irfaan Taufiiqul R. (Teknik Kimia 2013)
Nur Huda Arif Indiarto (Teknik Kimia 2012)
Peserta ITB Journalist Apprentice 2015
Sumber : JakartaGreater.com
EmoticonEmoticon