Warga sekitar tanggul lumpur khawatir dengan adanya rencana lanjutan Lapindo Brantas dalam melakukan pengeboran pada salah satu sumur di Tanggulangin. Sekitar 100 orang warga terdampak lumpur dari beberapa desa di sekitar tanggul lumpur, mendatangi titik 71 di atas kolam penampungan lumpur panas.
Warga yang sebagian besar perempuan, berdiri di pinggir
tanggul sambil memanjatkan doa, mengenang dan mendoakan kerabat mereka
yang telah meninggal, yang kuburannya sudah tidak tampak lagi akibat
terendam lumpur. Sambil berdoa warga menaburkan bunga ke dalam tanggul
penampungan lumpur.
Seorang perwakilan warga terdampak lumpur dari kelompok “Korban
Lapindo Menggugat”, Khobir mengatakan, peringatan ini merupakan
pengingat bagi semua orang untuk tidak lagi mengizinkan praktek
pertambangan dilakukan di dekat permukiman warga.
“Mengingatkan kembali kejadian 10 tahun yang lalu luapan lumpur
Lapindo, kita mengenang lagi, dan di hari ini adalah yang ke 10 tahun,
jangan sampai terjadi, terulang kembali kejadian yang seperti ini. Dan
kita bersama-sama mengadakan suatu penolakan kepada pengeboran yang baru
yang berada di permukiman,” kata Khobir, Perwakilan Warga Korban
Lapindo Menggugat. (30/5)
Spanduk peringatan Lapindo belum lunasi semua korban lumpur |
Selama 10 tahun lumpur Lapindo menyembur, belasan desa di tiga kecamatan tenggelam. Ribuan rumah, sekolah, pasar, puskesmas, sawah, hingga kuburan tidak lagi dapat dilihat wujudnya. Puluhan ribu warga harus mengungsi dan pindah ke tempat yang lebih aman, dan sebagian masih menunggu pelunasan ganti rugi yang belum seluruhnya selesai dilunasi.
Arifin, warga Desa Kalidawir, Kecamatan Tanggulangin, menuturkan,
meski rumahnya tidak ikut tenggelam oleh lumpur, dirinya merasa trauma
akibat tumpahan lumpur dari tanggul yang sering jebol beberapa waktu
lalu. Pencemaran air dan tambak yang menjadi sumber penghidupannya,
membuat Arifin dan banyak warga lain menolak rencana Lapindo Brantas
melakukan pengeboran kembali.
Arifin juga mengaku mengalami banyak
kerugian akibat lumpur Lapindo. “Dampak yang dirasakan sekarang adanya lumpur Lapindo, yaitu air dan
dampaknya bagi pertanian, pertanian tambak, ini tidak bisa
menyelesaikan. Kalau dulu air gak beli, sekarang sampai beli. Nah
sekarang banyu, air menjadi asin di sumur-sumur.
Nah, ini pemerintah
sendiri tidak memperhatikan hal seperti ini yang dialami warga, dan
dampak kesehatannya bagaimana kalau terus-terusan seperti ini,”
kata Arifin, warga Desa Kalidawir, Kecamatan Tanggulangin, Kabupaten
Sidoarjo.
Selain melakukan doa bersama dan ziarah kubur oleh warga, kegiatan
peringatan 10 tahun Lumpur Lapindo juga diisi dengan pembacaan puisi
oleh seniman, serta pemasangan karya instalasi berjudul “Gombal” di
dalam kolam penampungan lumpur Lapindo.
karya instalasi “Gombal” oleh seniman Dadang Christanto, bentuk protes ganti rugi yang belum terbayarkan. |
Dadang Christanto selaku perupa yang membuat karya instalasi ini mengatakan, pesan dari karya instalasi Gombal ingin mengingatkan bahwa pemerintah masih sering memperlakukan rakyat sebagai gombal, dengan meminggirkan dan menganggapnya tidak bernilai. Gombal sendiri merupakan istilah bahasa Jawa untuk kain bekas yang tidak terpakai, yang banyak digunakan sebagai alat pembersih kotoran.
“Hampir keseluruhan masyarakat di Indonesia, rakyat miskin itu
termarginalkan kok, ini kan salah satu yang paling ekstrim, paling
monumental, dalam arti monumental penderitaan manusia. Mereka
mengidentifikasikan dirinya Gombal, tersingkirkan, termarginalkan,
rombeng (barang bekas tidak terpakai),” kata Dadang Cristanto, Perupa
dan Pendamping Warga Terdampak Lumpur Lapindo.
Hingga 10 tahun semburan lumpur Lapindo, belum semua warga korban
lumpur yang masuk dalam peta area terdampak menerima ganti rugi
sepenuhnya. Data terakhir menyebutkan, masih ada sekitar 80 berkas yang
belum diselesaikan pelunasannya.
Termasuk sejumlah perusahaan yang
dulunya memiliki pabrik di area Pengeboran Lapindo Brantas dan kemudian
tenggelam karena semburan lumpur panas. Tercatat sedikitnya 31
perusahaan tutup, akibat ulah Lapindo Brantas. Mereka mengaku tidak
mendapat ganti rugi sepeserpun dari PT Minarak Lapindo Brantas.
31 Pabrik tenggelam akibat semburan lumpur Lapindo |
Sampai saat ini pun, belum ada ahli yang bisa memastikan kapan semburan lumpur akan berhenti, sehingga rencana pengeboran kembali oleh Lapindo Brantas malah menimbulkan kekhawatiran baru bagi warga.
Sumber : metrotvnews.com dan voaindonesia.com
EmoticonEmoticon