Empat WNI yang disandera kelompok Abu Sayyaf tiba di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta. Jumat (13/5/2016) (SINDOphoto) |
Begitu mudahnya kapal Indonesia yang disandera oleh kelompok
bersenjata di perairan Filipina, mulai menimbulkan spekulasi besar.
Selain karena kelemahan dari sisi keamanan, mudahnya Indonesia membayar
tebusan juga dimanfaatkan para perompak.
“Gimana enggak jadi sasaran empuk, orang kita bayar uang tebusan
terus, ya pasti mereka menyandera WNI kita lagi kalau ada yang
melintas,” ketus Wakil Ketua Komisi I DPR RI TB Hasanuddin kepada
wartawan di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (27/6).
Meski pemerintah membantah mengeluarkan uang sepeserpun, Hasanuddin
tetap yakin pembebasan tawanan pada dua penyanderaan sebelumnya berhasil
karena ada yang dibayarkan. “Silakan cek sendiri, itu yang jadi
perompak udah pada beli rumah semua, jadi ya bagaimana enggak jadi
sasaran empuk, faktanya begitu,” yakin TB Hasanuddin.
Kelompok abu sayyaf menekan negara lain dengan meminta tebusan bagi tawanan yang disandera. |
Hal senada juga diungkapkan anggota Komisi I DPR, Supiadin Aries Saputra. Dia berharap agar pemerintah lebih berhati-hati dalam memilih negosiator untuk membebaskan tujuh WNI yang disandera oleh kelompok Abu Sayyaf di Filipina. Sebab, banyak lembaga swadaya masyarakat (LSM) di Filipina yang menjadi makelar pembebasan sandera.
“Karena di sana itu tim yang membebaskan rata-rata LSM. Pemerintah
harus hati-hati karena di sana banyak makelar pembebasan,” kata
Supiadin. Makelar pembebasan penyanderaan itu sudah biasa mencari uang dari
negara-negara yang warganya disandera kelompok bersenjata di Filipina.
“Dia bilang saya bisa, saya bisa. Jadi kalau kita salah pilih negosiator
akan habis,” jelas Supiadin. Supiadin, menegaskan pihaknya telah menyepakati dengan pemerintah
Filipina untuk tidak memberikan uang. Pemerintah Indonesia juga tidak
memberikan uang.
“Seperti yang saya lakukan kemarin, pembebasan 10 sandera saya pimpin itu tanpa uang,” kata Politikus NasDem itu. Dia merasa prihatin atas disanderanya tujuh WNI oleh kelompok
bersenjata di Filipina. Sebab, kejadian itu bukan yang pertama kali,
melainkan sudah keempat kalinya.
“Pertanyaannya kenapa ini terjadi
lagi?” tandas Supiadin. Maka itu, menurut dia, konsep pemerintah yang
telah membuat Crisis Center dan diplomasi total harus segera
dilaksanakan.
Crisis Center dan diplomasi total solusi terbaik dalam pembebasan sandera. (foto Sindonews/Puji Kurniasari) |
Supiadin menjelaskan kompensasi dari kesepakatan tersebut, pihaknya
menyekolahkan 35 anak Filipina Selatan. Anak-anak muslim itu akan
bersekolah gratis di Aceh. Oleh karena itu, ia mengingatkan pembebasan
sandera harus menggunakan pendekatan informal.
Ia mengakui kelompok kecil Abu Syaaf di Filipina banyak. Supiadin
yakin kelompok yang menyandera WNI saat ini berbeda dengan sebelumnya.
“Memang kelompoknya banyak, faksi-faksi Abu Sayyaf banyak. Yang notabene
Abu Sayyaf sendiri tidak bisa mengendalikan faksi ini. Mengapa?
macam-macam. Mungkin selama ini dapat tebusan dibagi tidak merata,”
tuturnya.
Ia juga meminta pemerintah berbicara dengan Filipina apakah kelompok
Abu Sayyaf masuk dalam teroris atau pemberontak. Bila kategori
pemberontak, maka Abu Sayyaf melawan pemerintahan yang sah Filipina. “Tuntutannya jangan jadikan warga negata asing jadi sandera. Kalau
mereka teroris bikin kesepakatan Indonesia-Filipina, kerjasama
penindakan teroris,” tuturnya.
Sumber : tribunnews.com dan
sindonews.com
EmoticonEmoticon