Setelah terpukul badai krisis moneter pada medio 1997-1998 lalu, perekonomian Indonesia perlahan membaik dan berhasil menjadi anggota G-20 yang beranggotakan negara-negara dengan ekonomi kuat di dunia. Bersamaan dengan itu, pelbagai sektor industri juga mampu meningkatkan produksinya sekaligus memiliki daya saing internasional.
Aksi embargo yang dilakukan Amerika Serikat (AS) dan sekutunya
membuat Indonesia berupaya keras memajukan industri pertahanan yang
sempat mati suri. PT Dirgantara Indonesia dan PT Pindad pun diberdayakan
untuk membangun alat utama sistem senjata (alutsista), dan dikelola
secara profesional.
Kini, industri pertahanan dalam negeri tak hanya mampu merakit saja,
tapi juga membuat sendiri sejumlah alutsista penting buat dipasok dan
digunakan TNI. Bahkan, alutsista buatan mereka juga dilirik berbagai
negara di seluruh belahan dunia.
Dimulai dari senapan serbu SS-2 yang menunjukkan kelasnya di
kejuaraan menembak internasional di Australia dan membuat TNI menjadi
juara, kemudian senapan SPR-2 yang diklaim mampu menembus baja. PT
Pindad kini tengah meracik kendaraan tempur (ranpur) baru yang bisa
digunakan di medan perang, yakni Panser Badak.
1.Panser Badak
Berdasarkan spesifikasi yang dimiliki, panser ini dibuat khusus untuk
pertempuran, beda dengan Panser Anoa yang memang dibuat untuk
mengangkut pasukan. Atas alasan itu, panser ini dipasangi sistem
persenjataan jenis canon berdiameter 90 milimeter.
Panser ini memuat tiga orang kru, termasuk sopir. Sesuai namanya, panser ini dipakai untuk bertahan maupun penyerangan. Kadep komunikasi Pindad Sena Maulana menyatakan panser badak lebih
unggul dari panser tarantula buatan Korea Selatan. Ada dua keunggulan
yang dimiliki panser buatan anak bangsa ini, yakni manuver dan harga
yang jauh lebih murah.
“Panser Tarantula dari Korea Selatan sama-sama 90 militer (canon),
tapi badak lebih unggul. Kelebihannya pada manuvernya yang lebih tinggi.
Harganya sesuai dengan budget TNI dan bentuknya sesuai dengan
karakteristik Asia. Harganya di bawah Tarantula,” kata dia.
Panser ini memiliki berat hingga 14 ton dan untuk mendukung laku
kendaraan didukung dengan mesin diesel dari Renault, yaitu Diesel Inline
6 silinder Tubo Charger Intercooler berkapasitas 10.800 cc yang mampu
menghasilkan tenaga sebesar 340 horsepower.
Meski berbadan besar dan dilengkapi persenjataan berat, panser ini
mampu mencapai kecepatan puncak hingga 90 kilometer per jam. Tak hanya
memiliki kecepatan puncak yang cukup cepat, Badak diakui memiliki
kemampuan manuver yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan Panser
Tarantula buatan Korea Selatan.
Sistem transmisi dari Badak sendiri menggunakan transmisi otomatis
6-percepatan. Memiliki dimensi panjang 6 meter, lebar 2.5 meter dan
tinggi 2,9 meter, Badak Pindad memiliki kemampuan jelajah yang cukup
luas sekitar 600 kilometer.
Untuk urusan kenyamanan dan kemampuan menghadapi medan yang ekstrem,
PT Pindad menyematkan Independent Double Wisbone tanpa Spring ke Badak.
Hal ini ditunjang dengan ban Runflat 1100-R22,5 yang mampu berjalan
dalam keadaan tanpa angin hingga sejauh 80 kilometer pada kecepatan
tertentu.
2.Panser Anoa
Panser Anoa menjadi kendaraan militer pertama yang diproduksi PT
Pindad untuk menambah kekuatan TNI. Anoa merupakan kendaraan pengangkut
personel atau dikenal APC alias armoured personnel carrier. Nama Anoa
diambil dari hewan yang hidup di Sulawesi.
Hingga saat ini, PT Pindad telah memproduksi 292 unit Anoa. Selain
TNI, panser juga digunakan dua negara, yakni Brunei Darussalam dan Timor
Leste. Kabarnya, Bangladesh, Irak, Malaysia, Nepal dan Oman juga
tertarik membeli alutsista buatan anak bangsa ini, namun belum diketahui
tindak lanjutnya..
Untuk memperkuat laju kendaraan, Anoa menggunakan mesin diesel
Renault MIDR 062045 inline 6 silinder yang mampu mengeluarkan tenaga
hingga 320 horsepower. TNI sendiri sudah menguji ranpur ini dalam misi
Pasukan Perdamaian PBB di Lebanon.
Kualitasnya juga sesuai dengan standar NATO pada level III atau level
yang tingkat ketahananannya terhadap serangan sudah lebih baik dari
level II yang diproduksi di China dan India.
3.Senapan serbu SS2
Senapan serbu SS2 buatan PT Pindad adalah generasi kedua dari senapan
serbu Pindad SS1. Senapan ini digunakan sebagai senapan standar TNI dan
Polri. Sebelumnya, TNI menggunakan M16, Steyr AUG dan AK-47 sebagai
senapan organik. Namun setelah PT Pindad mampu memproduksi senjata
sendiri TNI pun segera beralih.
Keunggulan SS2 dibandingkan dengan pendahulunya yaitu memiliki desain
yang ergonomis, tahan terhadap kelembaban tinggi dan lebih ringan.
Senapan ini tersedia dalam tiga versi dasar, yakni standard rifle
SS2-V1, carbine SS2-V2 dan para-sniper SS2-V4). Namun pada tahun 2008
mulai diperkenalkan subcompact versi SS2-V5.
Senapan SS2 tergolong mumpuni untuk digunakan. Sebelumnya pada saat
SS1, para prajurit sering mengeluh senapan macet atau laras yang kelewat
panas. Semua itu diperbaiki di SS2. Senapan ini memiliki berat 3,2 kg dengan panjang 930 mm dengan
panjang laras 460 mm. Menggunakan peluru kaliber 5,56 x 45 mm standar
NATO, rata-rata tembakan peluru 700 butir/menit.
Kecepatan peluru yang ditembakan sekitar 710 m/detik, dengan jarak
efektif tembakan sejauh 450 m dengan magazen box yang berisi 30 butir. Keunggulan yang dimiliki senapan ini membuat Australia dan AS curiga
dan meminta senapan SS2 dan pistol bikinan Pindad untuk dibongkar dan
diperiksa.
4.Senapan sniper SPR-2
Pindad mampu membuat senapan sniper SPR 2 yang membuat dunia militer
internasional kaget. Pasalnya, senapan ini mampu menjangkau target
dengan jitu dalam jarak lebih dari 2 km. “Kita sedang bikin 150 pucuk (senapan SPR 2) buat Kopassus, dunia
sniper internasional sudah gempar. Senapan SPR 2 ini jangkauannya sampai
2 km,” kata kadep komunikasi Pindad Sena Maulana di JIExpo Kemayoran
Jakarta, Rabu (5/11).
Menurutnya jenis peluru senjata sniper SPR 2 ditakuti banyak negara. Peluru ini mampu menembus kendaraan lapis baja sekalipun. “Pelurunya 12,7 mm anti material, jenis pelurunya paling ditakuti
karena bisa menembus tank dan kendaraan lapis baja. Peluru ini dapat
menembus baja lalu terbakar dan meledak di dalam,” terang dia.
Masih menurutnya, senapan sniper SPR 2 ini berawal dari sniper SPR 2
milik TNI yang tak berani diuji coba. Kemudian Pindad berusaha menguji
dan akhirnya membuat sendiri. “Tahun 2003, TNI punya 3 pucuk dari negara lain tapi nggak berani uji
karena berat dan besar. Akhirnya kita uji bareng-bareng lalu kita buat
sendiri tahun 2006, itu awalnya,” pungkas dia.
Sumber : Merdeka.com
EmoticonEmoticon