Thursday, June 30, 2016

Peran Intelijen Menjadi Sangat Penting, untuk Operasi Pembebasan 7 WNI

Peran Intelijen Menjadi Sangat Penting, untuk Operasi Pembebasan 7 WNI

Anggota Komisi I DPR RI Mayjen TNI (Purn) Salim S Mengga menanggapi pernyataan Menhan Ryamizard Ryacudu soal militer Indonesia bisa masuk Filipina jika nantinya mengantongi ijin dari pemerintah Filipina. Menurutnya, harus ada persiapan yang matang terlebih dahulu jika hendak melakukan hal tersebut.

Salim mengingatkan, perlu diketahui dengan tepat lokasi sandera yang akan dibebaskan. Selain itu hal penting lainnya terkait kondisi daerah operasi, kekuatan kelompok penculik, senjata, personel, dan pola gerakan kelompok tersebut.
Peran Intelijen Menjadi Sangat Penting, untuk Operasi Pembebasan 7 WNI
Kelompok Sempalan Abu Sayyaf selalu berpindah-pindah tempat agar tidak terlacak.

“Yang terakhir yakinkah kita bahwa sandera ditempatkan di satu tempat. Kalau operasi militer tetap akan dilaksanakan butuh waktu latihan yang cukup, yakin bahwa informasi tentang lokasi sandera dan kekuatan penculik sudah diketahui dengan pasti,” kata Salim di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (28/6).

Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat ini menilai, operasi pembebasan sandera adalah salah satu operasi yang sulit atau berisiko tinggi. Karena itu informasi dan perencanaan harus cermat. “Pada operasi ini peran intelijen menjadi sangat penting. Karena itu koordinasi dengan negara Filipina harus terjaga dengan baik,” tuturnya.

Namun Salim mengingatkan, dari beberapa kejadian yang sudah ada, kelompok Abu Sayyaf justru berhasil memojokkan tentara Filipina hingga tentara tersebut terjebak dan dipukul mundur. “Menunjukkan bahwa militer Filipina sendiri tidak menguasai medan dan informasi intelijennya buruk. Operasi militer merupakan pilihan kalau kita yakin bahwa dengan operasi militer korban bisa diminimalisir,” pungkasnya.
Peran Intelijen Menjadi Sangat Penting, untuk Operasi Pembebasan 7 WNI
Kelompok Abu Sayyaf yang jumlahnya ratusan terpecah menjadi 2 dan memiliki misi berbeda, militan pemberontak dan penyandera warga asing.

Hal senada juga diungkapkan Ahmad Muzani, Anggota Komisi I DPR RI ketika menanggapi pernyataan Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu terkait militer Indonesia diperbolehkan masuk Filipina asal mendapat izin. Ahmad Muzani mengingatkan agar Indonesia tidak terjebak konflik internal pemerintah Filipina dengan kelompok Abu Sayyaf dan lainnya.

“Kita harus ingat yang dilakukan penyelamatan WNI. Kita tidak boleh masuk konflik dan kepentingan apapun di Filipina. Filipina bukan teritori kita,” kata Muzani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (28/6).

Ketua fraksi Gerindra ini menilai, sebaiknya militer Indonesia tak tergesa-gesa. Harus ada pemetaan kondisi yang kemungkinan bakal dihadapi di perairan Filipina. Sementara terkait upaya pembebasan ke-7 WNI yang disandera kelompok sempalan Abu Sayyaf, Menlu Retno L.P Marsudi, tengah mengusahakan melalu jalur diplomasi. 

Retno menyatakan Kemlu sudah menerjunkan tim diplomat khusus ke Davao. “Diplomat kami ke Davao untuk berbicara dengan banyak pihak di sana guna memperoleh informasi dan upaya penyelamatan,” imbuh menlu.
Peran Intelijen Menjadi Sangat Penting, untuk Operasi Pembebasan 7 WNI
3 pasukan elit Indonesia disiagakan di 3 titik, antisipasi pembebasan 7 WNI.

Penyanderaan ABK Indonesia yang ketiga kalinya terjadi dalam empat bulan belakangan. Tujuh awak kapal yang disandera kelompok sempalan Abu Sayyaf pada 20 juni lalu, merupakan ABK Kapal Tugboat Charles 001 dan Kapal Tongkang Robby 152.

Sejatinya, dalam kasus penyanderaan 7 WNI di Filipina ini, Indonesia sempat menerjunkan seluruh pasukan elitenya, mulai dari Komando Pasukan Khusus (Kopassus) TNI AD, Komando Pasukan Katak (Kopaska) TNI AL dan Pasukan Khas (Paskhas) TNI AU.

Pengerahan itu dilakukan untuk membebaskan seluruh sandera dari tangan penculik. Apalagi, para militan mengancam akan membunuh mereka jika Indonesia tidak juga membayar tebusan sebesar 20 juta ringgit Malaysia (MYR) atau setara dengan Rp 66,36 miliar (kurs 1 ringgit Rp 3.318).
Peran Intelijen Menjadi Sangat Penting, untuk Operasi Pembebasan 7 WNI
perbandingan kekuatan TNI dengan kelompok Abu Sayyaf tahun 2015 (jumlah personil Abu sayaf 2016 jauh berkurang, sebagian tewas di tangan tentara Filipina)

Para pasukan elite tersebut ditempatkan di Pulau Sebatik, dekat dengan perbatasan tiga negara, yakni Indonesia, Malaysia dan Filipina. Jika Indonesia menggunakan opsi militer untuk membebaskan para sandera, tidak menutup kemungkinan ketiganya akan diterjunkan ke medan konflik. 

Apalagi, ketiga pasukan elite TNI itu memiliki reputasi yang berbeda-beda. Meski demikian, Indonesia tetap mengutamakan misi diplomasi untuk membebaskan para sandera untuk menghindari terjadinya korban. 


Sumber : merdeka.com


EmoticonEmoticon

HOT NEWS

Perang Urat Syaraf Ahok, Risma Mulai Bergemuruh