Nasib China dalam sengketa Laut Cina Selatan ditentukan hari ini
Selasa (12/7). China hari ini menghadapi putusan dari sidang Pengadilan
arbitrase internasional di Den Haag, Belanda terkait gugatan Filipina
dalam sengkarut di Laut Cina Selatan. Menghadapi sidang putusan tersebut Cina berulang kali menyatakan menolak yurisdiksi tribunal.
Peta konflik klaim wilayah antar-negara di Laut Tiongkok Selatan. (grafis: inquirer.net) |
”Sekali lagi saya tekankan pengadilan arbitrase tidak punya yurisdiksi
dalam kasus dan masalah yang relevan, dan tidak seharusnya menggelar
sidang atau membuat keputusan,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri
Cina, Hong Lei, dalam pernyataan di situs web resmi kementerian (30/6)
Alasannya, setelah 17 tahun
bernegosiasi, mereka sudah kehabisan cara politik ataupun diplomatik
untuk menyelesaikan sengketa. Filipina menggugat klaim sejarah Cina atas
90 persen Laut Cina Selatan. Sejak awal, Cina telah menolak pengadilan
arbitrase dan tidak mau hadir dalam setiap sidang.
Kementerian Luar Negeri Filipina berharap Cina mematuhi keputusan
pengadilan. ”Meski tidak hadir, Cina tetap menjadi pihak dalam arbitrase
dan terikat di bawah hukum internasional oleh keputusan tribunal,” kata
Kementerian Luar Negeri Filipina dalam pernyataannya.
Sidang pengadilan arbitrase Den Haag, Belanda hari ini memutuskan sengketa Filipina melawan China. |
Menurut Damos Domuli Agusman, pakar hukum internasional yang juga
dosen di Universitas Indonesia dan Universitas Pelita Harapan, dari 15
butir gugatan Filipina dapat disarikan menjadi tiga pokok persoalan.
Pertama, soal sembilan garis putus (dash line) yang tertera pada peta
Cina, apakah bertentangan dengan
hukum laut internasional, United
Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS). Kedua, apakah pulau/karang yang dikuasai Cina di Laut Cina Selatan
berhak atas zona ekonomi eksklusif (ZEE) landas kontinen.
Terakhir, soal
apakah aktivitas reklamasi pulau/karang di Laut Cina Selatan melanggar
ketentuan UNCLOS tentang perlindungan lingkungan laut. “Putusan tribunal
tidak akan memenangkan atau mengalahkan penggugat atau tergugat.
Sebab,
karakter putusannya hanya bersifat menafsirkan pasal-pasal UNCLOS
terhadap fakta hukum yang dipersoalkan,” kata Damos. Meskipun tidak menyelesaikan sengketa, keputusan itu dapat memecahkan
teka-teki soal klaim sejarah sembilan dash line dan status pulau/karang
di Laut Cina Selatan. “Jika dua hal ini terjawab, maka dasar-dasar
perundingan bagi negara yang bersengketa akan makin jelas,” ujar Damos
lagi.
Sejumlah pulau di Laut China Selatan yang disengketakan antar negara. |
Bagi Indonesia, menurut Damos, keputusan arbitrase tidak mengubah apa
pun. Malah akan memastikan tidak adanya tumpang-tindih maritim dengan
Cina seperti yang berulangkali ditegaskan Indonesia. Sementara Pihak Pemerintah RI, melalui situs resmi kementerian luar
negeri menyerukan Semua Pihak Menahan
Diri dan Menjaga Perdamaian dan
Stabilitas Kawasan Menjelang Putusan Tribunal Laut Cina Selatan. Kemenlu
menghimbau semua pihak tidak melakukan hal-hal yang dapat meningkatkan
ketegangan pasca putusan persidangan arbitrase.
Dalam kesempatan wawancara dengan tempo.com, Sekretaris Direktorat
Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional, Kementerian Luar Negeri,
Damos Dumoli Agusman, menegaskan Indonesia mencermati jalannya
persidangan karena hampir semua keputusan tribunal atas gugatan Filipina
akan berdampak pada konstelasi kasus Laut Cina Selatan (LCS).
Sumber : kemenlu.go.id dan tempo.co
EmoticonEmoticon