Sudah 10 warga Indonesia yang diculik dan disandera kelompok Abu Sayyaf
di Filipina. Namun, negara itu tidak kunjung memberikan izin pada TNI
untuk masuk dan membebaskan para WNI.
Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo gerah terhadap ulah kelompok bersenjata Abu Sayyaf di Filipina. |
Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo pun ikut gerah dalam kasus ini.
Menurutnya, Filipina juga akan kesulitan jika Indonesia berhenti
mengirim batubara ke wilayahnya dengan kapal. Ini bisa jadi ancaman
serius untuk negara yang dipimpin Rodrigo Duterte.
Menurut Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo tidak ada negosiasi
untuk penyelamatan 10 WNI yang sudah disandera kelompok militan itu. Dia
justru menginginkan ada operasi pasukan TNI di Filipina.
“Saya lakukan operasi intelijen, tujuannya untuk mempersiapkan segala
kemungkinan. Begitu kita diizinkan Filipina, kita masuk. Apapun kita
lakukan dan siap,” tegas Gatot di kompleks Istana Negara, Jakarta
(11/7).
Saat ini, dia mengakui, hambatan dari penyelamatan WNI adalah
perizinan TNI masuk ke wilayah Filipina. Indonesia tetap menghormati
wilayah Filipina. Selama ini Indonesia dan Filipina sudah melakukan
latihan bersama. Namun, itu kurang maksimal.
Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo tegaskan pembebasan sandera secepatnya dengan segala upaya, termasuk menyiagakan personil TNI. |
“Negara-negara kan sudah terlatih, hanya yang paling penting adalah apabila ada kejadian di mana pun tempatnya, angkatan laut mana pun juga, yang mengetahui duluan dia bisa masuk. Atau kita patroli bersama, yang penting TNI bisa naik di kapal untuk masuk ke sana dan mengawal.
Kita
sudah menawarkan semuanya, tapi kan keputusannya di Filipina,” paparnya. Menghadapi kejadian itu, Gatot menegaskan, tidak cukup hanya dengan
patroli dan latihan bersama. “Kalau latihan bersama, latihan doang
ngapain.
Patroli memang jalan tapi di perbatasan masing-masing belum
masuk ke dalam,” pungkasnya. Sementara di kantor kementrian luar negeri, Menlu Retno Marsudi
mengatakan ia sudah berkomunikasi dengan Menteri Luar Negeri Filipina
dan Menteri Luar Negeri Malaysia, Senin pagi (11/7).
Komunikasi itu,
kata dia, untuk memetakan kembali perhatian negara tetangga ini pada
kasus penyanderaan yang menimpa warga negara Indonesia.
Menlu Retno Marsudi tidak dapat mentolerir ulah kelompok Abu Sayyaf yang terus menyandera WNI. |
“Kejadian seperti ini sama sekali tidak dapat ditolerir,” kata Retno
di kantornya, Jakarta, Senin, 11 Juli 2016. Menurut dia, upaya serius
harus dilakukan segera, baik oleh pemerintah Filipina maupun pemerintah
Malaysia.
“Pemerintah Indonesia siap bekerja sama dalam upaya pembebasan
dalam waktu yang sesegera mungkin.” Retno menegaskan, keselamatan sandera menjadi prioritas bagi
pemerintah Indonesia.
Siang ini selasa (12/7), ia juga mengikuti rapat
koordinasi dengan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut
Binsar Pandjaitan di kantor Luhut, Jakarta Pusat. Rapat itu membahas
upaya pemerintah untuk membebaskan para sandera.
Sumber :
jpnn.com dan tempo.co
EmoticonEmoticon