Pasukan Pemukul Reaksi Cepat (PPRC) mempertunjukkan kemampuannya membebaskan sandera dalam latihan militer di Mamburungan, Tarakan, Kalimantan Utara, Jumat (15/4/2016). (TRIBUN KALTIM/BUDI SUSILO) |
Pemerintah Indonesia belum memutuskan untuk melakukan operasi militer
guna membebaskan tujuh Warga Negara Indonesia (WNI) yang ditawan oleh
kelompok bersenjata di Filipina.
Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI, Mayjen TNI Tatang Sulaiman,
menjelaskan bahwa militer Indonesia tetap menunggu adanya legal
perjanjian sebelum memasuki wilayah perairan Filipina.
“Kita dengan negara tetangga saling menghargai, jadi kita belum ada
status agreement. Kalaupun ada, harus ada dulu hitam di atas putih.
tidak bisa hanya dengan lisan. Kesepakatan itu harus ada
penandatanganan,” kata Mayjen Tatang, Kamis (30/06).
Menurut Kapuspen TNI, ada perjanjian internasional (UNCLOS 1982)
Pasal 25 yang melarang pangkalan asing atau pasukan yang menduduki
wilayah berdaulat. Dengan begitu, TNI tak bisa langsung bergerak
membebaskan sandera.
Terkait kondisi sandera, baru empat WNI yang sudah terdeteksi lokasi
dan kondisinya, sedangkan tiga lainnya belum diketahui. “Tujuh sandera
itu, kita memantau terus, pakai cara-cara lain. TNI tahu lah, posisi
dimana kondisi gimana, kita ada perangkat punya itu. Posisi sudah tau,
tujuh sandera aman.
Tapi kita masih belum gerak, karena ada konstitusi
itu. Pergerakan ada metode lain untuk memantau,” ujarnya. Sebelumnya, Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo mengatakan
bahwa pihaknya tinggal menunggu perintah untuk bergerak membebaskan WNI
yang menjadi Anak Buah Kapal TB Charles 001.
Sumber: Republika Online
EmoticonEmoticon