– Sebuah percakapan di Facebook membuka jalan bagi terkuaknya kasus
pembelian senjata api ilegal di Amerika Serikat yang diduga melibatkan
anggota Pasukan Pengaman Presiden Republik Indonesia (Paspampres).
Percakapan itu menjadi bukti petunjuk atas kasus ini.
Dokumen Pengadilan Federal New Hampshire, Amerika Serikat, yang
diperoleh CNNIndonesia.com menyebutkan salah satu anggota Paspampres
bernama Erlangga Perdana Gassing berkomunikasi membahas pembelian
senjata dengan perantara bernama Feky Ruland Sumual lewat pesan di akun
sosial media.
“Percakapan menunjukkan intruksi kepada Sumual mengenai jenis senjata
yang ingin dibeli anggota Paspampres, informasi dari Sumual mengenai
senjata api, harga, juga kesepakatan antarkeduanya mengenai pembayaran,”
demikian kutipan dokumen resmi Pengadilan Federal New Hampshire.
Percakapan dalam pesan Facebook ini ditunjukkan oleh Tuti Budiman,
istri dari Sumual, saat membuat laporan ke kantor Kepolisian Dover, New
Hampshire, pada 11 November 2015. Dia melaporkan dugaan senjata api
ilegal yang melibatkan suaminya.
Alasan Tuti melaporkan kasus itu ialah karena suaminya, Sumual,
berselingkuh dan berencana kembali menetap ke Indonesia pada Desember
2015. Tuti juga yang membeberkan dugaan keterlibatan Sersan Audi N.
Sumilat, tentara Amerika Serikat berdarah Kawanua, Sulawesi Utara, dalam
transaksi senjata ilegal itu.
Audi Sumilat merupakan keponakan Feky
Ruland Sumual. Berkat petunjuk dari laporan Tuti itu, Kepolisian Dover melakukan
investigasi. Polisi pun menemukan jejak identitas Erlangga Perdana
Gassing lewat Facebook.
Dalam akunnya, Erlangga mengunggah beberapa foto
saat dia mengunjungi Amerika Serikat pada September 2015. Belakangan penyelidik mendapatkan data imigrasi dan rekam jejak
kunjungan diplomatik Erlangga ke AS sebagai Paspampres, serta informasi
dari pemerintah Indonesia, di antaranya diketahui Erlangga berkunjung ke
AS sebagai pengawal Wakil Presiden Jusuf Kalla pada 26-30 September
2015 dalam kunjungan kerja terkait Sidang Umum Perserikatan
Bangsa-Bangsa ke-70 di New York.
Hingga akhirnya 6 Juli lalu, digelarlah sidang yang menyeret Sersan
Audi Sumilat dengan dakwaan terlibat dalam transaksi senjata ilegal. Ia
terancam hukuman lima tahun penjara dan denda US$250 ribu atau sekitar
Rp3,2 miliar.
Asisten Jaksa yang menangani perkara Sumilat, Bill Morse, mengatakan
penyelundupan senjata di New Hampshire melibatkan perdagangan ilegal
internasional. Senjata-senjata tersebut, kata Morse, dikirimkan ke
sejumlah negara seperti Ghana, Kanada, dan Meksiko.
“Ini kasus penyelundupan senjata pertama, yang menurut saya,
pengambil keuntungannya adalah perwakilan pemerintah negara asing,” ucap
Morse seperti dikutip dari New York Times, 6 Juli. Ada 22 pucuk senjata ilegal dengan nilai US$21 ribu atau Rp274,9 juta
yang dikirimkan ke Indonesia pada Oktober 2015.
Senjata api ini masuk
dalam daftar suplai militer AS (US Munition List) sehingga pengirimannya
harus melalui izin ekspor resmi. Dari 22 pucuk senjata itu, tujuh dibeli Sumilat dari toko senjata El
Paso yang kemudian dikirimkan kepada Sumual di New Hampshire.
Sementara
15 pucuk senjata dibeli Sumual di beberapa toko senjata New Hampshire.
Dua puluh dua pucuk senjata itu lalu dikirimkan Ke Washington DC oleh
Sumual pada Oktober 2015. Situs berita El Paso Times, 7 Juli, melaporkan Sumilat membela diri
dengan menyatakan berencana tinggal di New Hampshire. Menurut media itu,
pengadilan akan memutuskan vonis untuk Sumual pada 19 Juli, sedangkan
nasib Sumilat akan ditentukan 11 Oktober.
Sumber : JakartaGreater.com
EmoticonEmoticon